Lentera Praditya Ganapatih – Konsep kerja fleksibel atau Flexible Working Arrangement (FWA) kini bukan lagi sekadar wacana di lingkungan pemerintahan. Setelah melalui proses panjang dan skeptisisme publik sejak dikenalkan pada 2018, FWA akhirnya dijalankan secara lebih luas—terutama usai pandemi Covid-19 mengguncang dunia kerja.
Asisten Deputi Perumusan Kebijakan Sistem Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian PANRB, Deny Isworo Makirtyo Tusthowardoyo, mengungkapkan bahwa awalnya publik meragukan kemampuan ASN (Aparatur Sipil Negara) menjalankan sistem kerja fleksibel. “Dulu banyak yang meragukan, apakah ASN bisa kerja tanpa absensi tiap hari di kantor? Karena itu FWA saat itu belum bisa diterapkan penuh dan harus melalui uji coba terlebih dahulu,” ungkap Deny.

Pandemi Jadi Momentum Ubah Pola Kerja ASN
Segalanya berubah ketika pandemi melanda pada 2019. Protokol physical distancing membuat pegawai mau tak mau harus menyelesaikan tugas dari rumah. Dari situ, FWA mulai berjalan dengan lebih mulus. “Karena terpaksa WFH saat pandemi, ASN jadi terbiasa bekerja dari luar kantor. Momentum ini mempercepat penerapan FWA,” lanjut Deny.
FWA memungkinkan ASN bekerja secara fleksibel baik dari sisi waktu maupun lokasi, selama tetap mengacu pada target kinerja. Dasar hukum penerapan FWA pun sudah jelas, yaitu mengacu pada PP No. 94/2021 tentang Disiplin PNS serta Perpres No. 21/2023 mengenai Hari dan Jam Kerja ASN.
Baca juga: Penerapan Fleksibilitas Kerja dengan Mengoptimalkan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik
Fleksibel Tapi Tetap Terkontrol
Dalam praktiknya, FWA terbagi menjadi dua: fleksibilitas lokasi dan fleksibilitas waktu. Pegawai bisa bekerja dari kantor, rumah, atau lokasi lain yang disetujui pejabat pembina kepegawaian. Sementara fleksibilitas waktu berarti ASN boleh mengatur jam kerjanya sendiri, asalkan tetap memenuhi total jam kerja dan capaian target sesuai aturan.
Meski terdengar longgar, Deny menekankan bahwa FWA bukan hak mutlak setiap pegawai. “Penerapannya harus objektif dan mempertimbangkan jenis pekerjaan di tiap instansi. Yang paling penting, kinerjanya tetap harus bisa diukur dan dipertanggungjawabkan,” tegasnya.

Baca juga: Desa Bangkit Lewat Inovasi! Ini Deretan Program Unggulan yang Bikin Warga Makin Sejahtera
Efisiensi Jadi Daya Tarik Utama FWA
Senada dengan Deny, Kepala BPSDM Jawa Timur, Ramliyanto, menyebut bahwa FWA kembali jadi sorotan di awal 2025 karena kebijakan efisiensi anggaran nasional. Banyak instansi mulai melirik FWA sebagai solusi kerja yang efektif namun hemat biaya.
“Kalau kita ingat, saat pandemi dulu, sistem WFH dijalankan secara masif dan terbukti bisa berjalan. Jadi sekarang tidak sulit untuk adaptasi kembali, asalkan kinerja tetap jadi prioritas,” jelas Ramliyanto.
Beberapa instansi pemerintah kini sudah menerapkan FWA, meski masih dilakukan secara selektif dengan berbagai pertimbangan. Yang terpenting, pola kerja ini harus dijalankan secara bertanggung jawab agar bisa menghasilkan manfaat optimal bagi organisasi dan pegawai itu sendiri.
Dengan semakin matangnya konsep FWA di lingkungan ASN, tampaknya cara kerja birokrasi Indonesia tengah mengalami transformasi besar. Fleksibel iya, tapi jangan lupakan tanggung jawab dan target kinerja—karena di era digital ini, kerja cerdas dan efisien adalah keharusan.