Lentera Praditya Ganapatih – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian menegaskan bahwa persoalan demografi harus menjadi salah satu prioritas utama kepala daerah di seluruh Indonesia. Menurutnya, isu kependudukan bukan hanya persoalan jangka pendek, tetapi juga berdampak besar dalam jangka menengah hingga panjang terhadap pembangunan bangsa.
Tito menyampaikan hal ini usai melakukan pertemuan dengan Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga) yang juga menjabat sebagai Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Wihaji, di Kantor Kemendagri, Jakarta, Senin (4/8/2025).
“Kalau kita ingin menjadikan persoalan demografi sebagai prioritas, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah membangun awareness (kesadaran) para kepala daerah,” ujar Tito.
Baca juga: PKP vs Non PKP: Pengertian, Perbedaan, dan Kewajiban Pengusaha dalam Pajak Indonesia

Peran Penting Pemda dalam Menghadapi Tantangan Demografi
Menurut Tito, kesadaran dan kepedulian kepala daerah terhadap isu demografi akan sangat menentukan arah kebijakan di daerah. Ia mencontohkan, dukungan kepala daerah terhadap pegawai Kemendukbangga/BKKBN yang ditempatkan di wilayah mereka sangat dibutuhkan agar program kependudukan bisa berjalan efektif.
Lebih jauh, Mendagri juga memastikan bahwa Kemendagri siap memberikan dukungan penuh kepada Kemendukbangga/BKKBN dalam mengendalikan jumlah penduduk, mengoptimalkan bonus demografi, serta menjaga stabilitas pembangunan nasional.
“Persoalan demografi bukan hanya soal angka penduduk. Ini juga menyangkut bagaimana kita bisa mendorong masyarakat agar lebih produktif dan berdaya saing,” jelas Tito.
Baca juga: Satu Data Indonesia: Pondasi Data Terpadu untuk Pembangunan Nasional yang Efektif

Baca juga: Revisi UU ASN Jadi Kunci Selamatkan Kesehatan Fiskal Daerah dari Ledakan Belanja Pegawai
Belajar dari Negara Maju: Jepang dan Korea
Tito juga menyinggung pengalaman beberapa negara maju, seperti Jepang dan Korea Selatan, yang saat ini menghadapi persoalan serius terkait kependudukan. Rendahnya angka kelahiran akibat gaya hidup perkotaan yang sangat kompetitif membuat kedua negara tersebut mengalami ketidakseimbangan demografi.
“Banyak masyarakat di Jepang dan Korea yang memilih tinggal di perkotaan dengan gaya hidup sibuk dan kompetitif. Akibatnya, mereka menunda pernikahan bahkan enggan berkeluarga. Dampaknya, angka kelahiran sangat rendah,” terang Tito.
Fenomena tersebut, lanjutnya, menjadi pelajaran penting bagi Indonesia agar bisa mengantisipasi sejak dini tantangan serupa. Oleh karena itu, menurut Tito, pemerintah perlu merumuskan kebijakan yang tidak hanya mengendalikan pertumbuhan jumlah penduduk, tetapi juga memastikan kualitas serta pemerataan distribusi penduduk.

Baca juga: PANRB Dorong Transparansi dan Keamanan Data, Gelar Forum Keterbukaan Informasi Publik 2025
Arah Kebijakan: Dari Kota ke Desa
Selain menjaga stabilitas angka kelahiran, negara-negara maju tersebut juga mulai mengupayakan kebijakan repopulasi desa, yakni mendorong masyarakat untuk kembali tinggal di kawasan pedesaan. Langkah ini ditempuh untuk menyeimbangkan pertumbuhan penduduk yang terlalu terkonsentrasi di perkotaan.
Indonesia, kata Tito, juga bisa mengambil langkah serupa. Dengan memperkuat pembangunan desa, pemerintah daerah dapat menciptakan pusat-pusat pertumbuhan baru yang mampu mengurangi ketimpangan antara kota dan desa.
“Kalau tidak diantisipasi, kita bisa menghadapi masalah yang sama. Karena itu, isu demografi ini sangat penting dan harus masuk ke dalam prioritas pembangunan daerah,” tegasnya.
Sinergi Antar Lembaga
Untuk mewujudkan hal tersebut, Kemendagri akan terus mengomunikasikan pentingnya isu demografi kepada pemerintah daerah. Tito juga menegaskan perlunya sinergi dengan berbagai pihak, termasuk Kemendukbangga/BKKBN, lembaga terkait, hingga masyarakat sipil.
Dengan adanya kerja sama lintas sektor, diharapkan kebijakan pengendalian dan pembangunan kependudukan bisa berjalan optimal serta memberi manfaat nyata bagi generasi mendatang.