Lentera Praditya Ganaptih – Dalam dunia bisnis, status Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan Non PKP memegang peran penting dalam kewajiban perpajakan. Meski sama-sama masuk kategori wajib pajak, hak dan kewajiban keduanya memiliki perbedaan yang cukup signifikan.
Mengenal Wajib Pajak dan Kaitan Pajak dengan Bisnis
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, baik yang membayar, memotong, maupun memungut pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pajak sendiri adalah kontribusi wajib kepada negara yang bersifat memaksa, tanpa imbalan langsung, dan digunakan untuk kemakmuran rakyat. Dalam dunia bisnis, kewajiban perpajakan menjadi hal yang tidak bisa dihindari, baik bagi pengusaha perorangan maupun badan usaha.
Dasar Hukum
Status PKP dan Non PKP diatur melalui sejumlah regulasi, antara lain:
- UU No. 6 Tahun 1983 – Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
- UU No. 8 Tahun 1983 – Pajak Pertambahan Nilai (PPN) & Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
- UU No. 18 Tahun 2000 – Perubahan Kedua UU PPN & PPnBM.
- UU No. 42 Tahun 2009 – Perubahan Ketiga UU PPN & PPnBM.
- PMK No. 147/PMK.03/2017 – Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak & Pengukuhan PKP.

Baca juga: Satu Data Indonesia: Pondasi Data Terpadu untuk Pembangunan Nasional yang Efektif
Perbedaan PKP dan Non PKP
Perbedaan utama terletak pada hak memungut PPN dan menerbitkan faktur pajak.
- Non PKP: Belum dikukuhkan sebagai PKP, biasanya karena omzet belum mencapai Rp4,8 miliar per tahun (sesuai PMK No. 197/PMK.03/2013). Tidak wajib memungut PPN, tidak dapat menerbitkan faktur pajak, dan dikategorikan sebagai pengusaha kecil.
- PKP: Sudah dikukuhkan dan wajib memungut PPN serta PPnBM, menyetorkannya, dan melaporkannya setiap masa pajak.
Menariknya, pengusaha kecil dengan omzet di bawah Rp4,8 miliar tetap bisa memilih menjadi PKP jika ingin memanfaatkan keuntungan administratif, seperti ikut tender pemerintah atau BUMN.
📊 Tabel Perbedaan Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan Non PKP
Aspek | PKP (Pengusaha Kena Pajak) | Non PKP (Non Pengusaha Kena Pajak) |
Status Pengukuhan | Sudah dikukuhkan oleh DJP sebagai PKP | Belum dikukuhkan sebagai PKP |
Batas Omzet | Omzet lebih dari Rp4,8 miliar per tahun atau pengusaha kecil yang memilih menjadi PKP | Omzet kurang dari Rp4,8 miliar per tahun |
Hak Memungut PPN | Bisa memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) | Tidak dapat memungut PPN dan PPnBM |
Faktur Pajak | Wajib menerbitkan faktur pajak untuk setiap transaksi kena pajak | Tidak dapat menerbitkan faktur pajak |
Kewajiban Laporan | Wajib melaporkan SPT Masa PPN setiap bulan | Tidak wajib melaporkan SPT Masa PPN |
Jenis Pajak yang Dibayar | PPN, PPnBM, dan pajak lainnya sesuai ketentuan | PPh Final sesuai ketentuan |
Kesempatan Tender | Bisa ikut tender pemerintah/BUMN (umumnya mensyaratkan PKP) | Umumnya tidak memenuhi syarat untuk ikut tender tertentu |
Kemudahan Administrasi | Administrasi pajak lebih kompleks, tapi memberi peluang bisnis lebih luas | Administrasi lebih sederhana, cocok untuk usaha skala kecil |
Baca juga: Revisi UU ASN Jadi Kunci Selamatkan Kesehatan Fiskal Daerah dari Ledakan Belanja Pegawai
Syarat Menjadi PKP
- Omzet tahunan lebih dari Rp4,8 miliar.
- Mengajukan permohonan pengukuhan PKP ke KPP pada bulan berikutnya setelah omzet terpenuhi.
- Pengusaha kecil yang sudah PKP namun omzetnya turun di bawah Rp4,8 miliar bisa mengajukan pencabutan pengukuhan.

Kewajiban PKP
- Memungut PPN dan PPnBM.
- Menyetorkan PPN dan PPnBM yang terutang.
- Melaporkan PPN dan PPnBM melalui SPT Masa.
Kewajiban Non PKP
Hanya berkewajiban membayar PPh Final, yang relatif lebih sederhana sehingga cocok untuk pengusaha yang masih mengembangkan bisnis.

Baca juga: PANRB Dorong Transparansi dan Keamanan Data, Gelar Forum Keterbukaan Informasi Publik 2025
Kemudahan dengan Aturan Baru
Sejak terbitnya PMK No. 147/PMK.03/2017, penggunaan kantor virtual (virtual office) untuk pengajuan PKP resmi diperbolehkan. Aturan ini mempermudah pengusaha rintisan atau UMKM untuk mendapatkan status PKP, sehingga bisa mengikuti tender pemerintah dan BUMN yang biasanya mensyaratkan PKP.
Kesimpulan
Status PKP dan Non PKP bukan sekadar label, melainkan memengaruhi kewajiban pajak, peluang bisnis, dan strategi perusahaan. Bagi pengusaha yang ingin memperluas pasar, terutama ke proyek pemerintah dan BUMN, memilih menjadi PKP bisa menjadi langkah strategis.